Dari Kebangkitan Islam untuk Kemerdekaan (Bagian Pertama)

Rabu, 27 April 2011

Bung Karnoisme 

Oleh : Bung Karno
Sukarno1
Saudara-saudara sekalian.
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu!
Limapuluh tiga tahun PSII. Sungguh suatu masa, jumlah tahun yang tidak sedikit, 53. Dari 53 tahun itu saja persoolijk mengalami, berapa tahun, berhubung dengan PSII, tidak kurang dari 50 tahun! Saudara-saudara, barangkali diantara saudara-saudara ada yang baru saja muncul dalam PSII. Saya dengan mengucap syukur alhamdulillah, 50 tahun saudara-saudara!
PSII didirikan, waktu itu dengan nama SI, tahun 1912. Tahun 15, tiga tahun kemudian, saya masuk rumah almarhum Haji Umar Said Cokroaminoto. Jadi, hubunganku dengan “serikat islam” yang kemudian bernama “partai serikat islam indonesia” mulai tahun 15 itu. Sekarang tahun 1965, dus saya kenal PSII 50 tahun lamanya. Karena itu, saudara-saudara, saya merasa kukatakan tadi, berbahagia sekali, mengucap syukur kepada tuhan yang maha esa. Malah pada waktu saat sekarang ini saya ingat kepada kawan-kawan, waktu saya di rumah almarhum Cokroaminoto itu, misalnya kawan Sukiran, dimana? Masih hidup atau mati? Harsono, Sukiran masih hidup atau mati? Sukiran belum pernah kenal. Sukiran itu ketua cabang Surabaya. Maklum, waktu saya di rumah almarhum, Harsono ini masih anak umbelen saudara-saudara! Dimana Woro, wanita, Sastroatmodjo? Sudah wafat ataukah masih hidup? Woro sastroatmodjo, agitator yang hebat sekali daripada PSII di Jawa Timur. Saya belum pernah mendengar pidato-pidatonya Woro Sastroatmodjo ini. Beliau dari Kepajen. Bidang perjuangannya ialah, terutama sekali daerah Malang, Pasuruan, Surabaya. Nah, ini Woro Sastroatmodjo dimana sekarang ini? Masih hidupkah atau sudah wafatkah? Nah, saudara-saudara tidak tahu. Tanda saudara-saudara itu sebetulnya baru muncul dalam alam Serikat Islam.
Demikian saudara-saudara, banyak sudah meninggal pula. Haji Agus Salim telah meninggal, pulang ke rahmatullah. Saudara Wondosudirdjo, yang kemudian bernama Wondoamiseno, sudah meninggal pula.
Saya mengucap syukur alhamdulillah, bahwa saya masih segar bugar sampai sekarang. Dan saya menunjukkan sendiri disini, kalau ada wartawan-wartawan asing yang hadir disini, bahwa saya masih segar bugar. Wartawan-wartawan asing neokolim itu selalu mengatakan, bahwa saya sakit keras. Pendek kata sudah dekat kepada ajal. Saya didalam pidato “TAKARI” telah berkata, bahwa mati-hidup manusia itu adalah tergantung daripada Tuhan. Didalam majalah time magazine dikatakan, bahwa saya di bulan agustus yang lalu ini saya, dua kali sakit keras.
saudara-saudara, saya pun didalam pidato “TAKARI” telah berkata, bahwa saya selalu dimaki-maki, dijelekkan, dicemoohkan, dicerca oleh wartawan-wartawan neokolim. Saya berkata, he wartawan neokolim, jangan berhenti mencerca aku, jangan berhenti menghantam aku, jangan berhenti menjelek-jelekkan aku, oleh karena pencercaanmu, penjelek-jelekkanmu, maki-makianmu kepada saya itu menguntungkan revolusi indonesia. Dan untuk itu saya minta kamu, he wartawan-wartawan asing, jangan berhenti maki-maki kepada saya! Sebab tahun 26 saya sudah berkata, makin kita dimaki-maki oleh musuh makin baik, tanda kita berjalan diatas jalan yang benar. Kalau kita sudah dipuji-puji oleh musuh, nah, itu boleh kita tinjau-tinjau diri sendiri, mengadakan introspeksi kepada diri sendiri. Sebab jikalau kita dipuji oleh musuh, itu adalah satu bahwa kita itu berjalan diatas jalan yang salah, tetapi yang sesuai dengan kehendaknya musuh itu.
Saya ulangi saudara-saudara, saya kenal SI, PSII, 50 tahun yang lamanya. Saya kenal seluruh angkatan-angkatan daripada evolusi, daripada pertumbuhan politik bangsa kita ini. Malah yang saya baca disana itu, perkataan-perkataan itu adalah sebenarnya mulut saya. Saya katakan, ada lima angkatan: angkatan perintis, angkatan pencoba, angkatan penegas, angkatan pendobrak, angkatan pelaksana. Itu dari mulut saya. Saya yang membuat analisa daripada pertumbuhan sejarah kebangkitan dan kebangunan kita. Dan saya sebagai hasil mengatakan, bahwa ada lima periode itu.
Disini saya mau bikin koreksi sedikit, koreksi kecil. Urut-urutannya saudara-saudaraku keliru. Disini dikatakan, nomor satu; perintis, nomor dua; pencoba, nomor tiga; penegas, nomor empat; pendobrak, nomor lima; pelaksana.
Sebetulnya harus sebagai berikut: nomor satu; perintis, nomor dua; penegas, nomor tiga; pencoba, nomor empat; pendobrak, nomor lima; pelaksana.
Duduk perkara bagaimana? Duduknya perkara ialah, bahwa menurut hitungan waktu, kronologi, memang lebih dulu perintis, kemudian penegas, kemudian pencoba, kemudian pendobrak, kemudian pelaksana. Kronologis bagaimana demikian kok saya katakan kronologis demikian itu?
Nomor satu, perintis, yang saudara kenal sejarah “Budi Utomo”, saudara kemudian kenal sejarahnya “sarekat islam”, yang tadinya telah digambarkan oleh pak Arudji Kartawinata. Sesudah periode angkatan perintis ini, datanglah periode angkatan penegas. Periode perintis adalah periode disitu pemimpin-pemimpin atau gerakannya sekedar merintis. Membangunkan kebangkitan didalam massa. Membangunkan keyakinan didalam kalangan massa, bahwa nasibnya tidak baik. Bahwa jalan untuk memperbaiki nasibnya ialah mengadakan serikat-serikat, perkumpulan-perkumpulan, bahwa harus rakyat itu bersatu.
Inilah, malahan salah satu jasanya yang paling hebat daripada SI. Manakala tadi dikatakan oleh pak Roeslan Abdulgani, bahwa “Budi Utomo” yah, menggerakkan kaum intelektual, terutama sekali intelektual kaum Jawa, maka “sarekat islam”-lah yang pertama kali menggerakkan massa Indonesia.
Saya masih ingat, pada waktu tahun 15, saya menghadiri satu rapat besar di Surabaya, namanya Dierentuin. Itu sekarang jadi apa itu he Cak Roeslan, Dierentuin itu sekarang jadi apa itu? Dekat kantor pos sekarang. Stasiun, ya stasiun, ya maaf, itu sekarang namanya apa? Ya dimuka kantor pos, disini dulu ada Lindetevis Stokvis.
Nah, itulah rapat raksasa yang pertama saya alami saudara-saudara. Dulu saya melihat rapat-rapat, hanya dari “Budi Utomo”, ndoro-ndoroan saudara-saudara. Pakai baju hitam yang datang di rapat itu, pakai blangkon, lantas pakai kain nggededer. Tetapi rapat raksasa pertama saya alami, ialah di Stasiun itu, dari partai “sarekat islam Indonesia”, dan disitu ada pak Cokro membuat pidato yang betul-betul menghikmati kepada saya. Yang disitu pak Cokro berkata, kita menghendaki perbaikan daripada nasib kita. Dan jalannya kita bisa memperbaiki nasib kita ialah dengan mempersatukan massa rakyat Indonesia ini sebanyak mungkin. Malah pak Cokro berkata, pada hari ini “sarekat islam Indonesia” telah mempunyai anggota 2 juta anggota, tahun 15 saudara-saudara. Disitu buat pertamakali saya mendapat ajaran, bahwa perbaikan nasib harus diusahakan oleh massa rakyat. Karena itu saya berkata, bahwa “sarekat islam”, “partai sarekat islam Indonesia”, termasuk dalam golongan partai perintis yang utama.
Kemudian datanglah periode yang kedua. Dan periode yang kedua itu bukan pencoba, tetapi penegas. Di dalam periode kedua ini ditegaskanlahm bahwa kita tidak bisa mencapai perbaikan, jikalau tidak Indonesia menjadi merdeka. Ditegaskan, Indonesia merdekalah yang bisa mendatangkan perbaikan nasib, Ialah oleh karena selama Indonesia tidak merdeka, maka imperialisme, kapitalisme, penjajahan, kolonialisme masih menguasai kehidupan kita, baik ekonomis, maupun politik, maupun kebudayaan, masih terus menghisap kepada darah kita. Maka oleh karena itu, didalam alam kemerdekaan, tak mungkin kita bisa mencapai perbaikan nasib. Maka oleh kaum penegaslah dikatakan, jikalau kita ingin perbaikan nasib, jalan satu-satunya ialah, Indonesia Merdeka. Dan jalan satu-satunya untuk mencapai Indonesia Merdeka ini ialah, satu gerakan massa revolusioner. Ini ditegaskan oleh angkatan penegas. Nah, lantas angkatan penegas ini menjalankan apa yang ia tegaskan. Artinya, ia mengadakan aksi-aksi revolusioner. Dengan akibat apa? Akibatnya tentu positifnya, rakyat menjadi sadar benar. Tapi negatifnya, kalau saya boleh memakai perkataan negatif, gerakan daripada kaum penegas ini dihantam oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemimpin-pemimpinnya ditangkap, pemimpin-pemimpinnya dimasukkan dalam penjarah, pemimpin-pemimpinnya dikirim ke pembuangan, pemimpin-pemimpinnya ada yang digantung mati. Pendek kata, gerakan penegas ini dihantam lemah oleh pemerintah Hindia Belanda

0 komentar:

Posting Komentar