ULCUS DEKUBITUS

Senin, 09 Mei 2011


ULCUS DEKUBITUS
Definisi
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus – menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah.

Ulkus dekubitus adalah ulkus yang ditimbulkan karena tekanan yang kuat oleh berat badan pada tempat tidur.
Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan padat, paling umum akibat imobilisasi.

Etiologi
a) Tekanan
b) Kelembaban
c) Gesekan


Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan angggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.

Manifestasi Klinis dan Komplikasi
a) Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
b) Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c) Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih.
d) Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

Penatalaksanaan medis
a) Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring.
b) Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan penempatan pembalut yang bersih dan tipis apabila telah berbentuk ulkus dekubitus.
c) Sistemik : antibiotic spectrum luas, seperti :
Amoxilin 4x500 mg selama 15 – 30 hari.
Siklosperm 1 – 2 gram selama 3 – 10 hari.
Topical : salep antibiotic seperti kloramphenikol 2 gram.

Manajemen Keperawatan
1.Pengkajian
a)Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
b) Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
c) Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
d)Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
e) Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f) Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
g) Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
h) Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).

2.Diagnosa Keperawatan
1)Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2)Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
3)Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
4)Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5)Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.

3.Intervensi dan Implementasi
1)Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
- Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
- Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
- Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.

2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
- Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
- Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
- Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
- Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan hangat.
R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukkan, menambah napsu makan.
- Bantu kebersihan oral sebelum makan.
R : mulut/peralatan bersih meningkatkan napsu makan yang baik.
- Pertahankan kalori yang ketat.
R : pedoman tepat untuk pemasukkan kalori yang tepat.

4) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
- Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
 Ukur tanda – tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
- Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
- Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
- Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.

5) Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.
- Anjurkan tindakan untuk mencegah luka dekubitus.
R : pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pengobatan.
- Anjurkan tindakan untuk mengobati luka dekubitus.
R : instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi.

4. Evaluasi
1) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
2) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
3) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
4) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.

DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa dan Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

KOLESISTITIS


CHOLECISTITYS

A. Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut 
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (www.medicastore.com). 
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat
(www.medicastore.com).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk
relief batu empedu sakit) (Dictionary: WordNet).

B. Etiologi
 Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu.
Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung
timbul setelah terjadinya: - cedera,
- pembedahan
- luka bakar
- sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
- penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat
infus dalam jangka waktu yang lama).
Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian
atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan
kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat
pada usia diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).


C. Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel
hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat 
katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan
mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi
zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. 
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu (www.mamashealth.com).

D. Gejala
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:
- Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan 
bagian atas.
- Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke
bahu kanan.
- Biasanya terdapat mual dan muntah. 
- Nyeri tekan perut
- Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.
- Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.
- Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.
- Gangguan pencernaan menahun
- Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
- Sendawa.

E. KOMPLIKASI
 Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan
usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung
empedu.
 Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke
dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu
empedu atau oleh peradangan.
 Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin
telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan
batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

F. Pemeriksaan penunjang
- CT scan perut
- Kolesistogram oral
- USG perut.
- blood tests (looking for elevated white blood cells)

G. Penatalaksanaan medis
 - Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
- Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui
laparoskopi.
- Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya,
dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.
- Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

TONSILITIS

A.Pengertian

Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus, pada tonsilitis ada dua yaitu :
-Tonsilitis Akut dan
-Tonsilitis Kronik

B.Etiologi
Disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes yang menjadi penyebab terbanyak dapat juga disebabkan oleh virus.
Faktor predisposis adanya rangsangan kronik (rokok, makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan higiene, mulut yang buruk.


C.Patofisiologi
Penyebab terserang tonsilitis akut adalah streptokokus beta hemolitikus grup A. Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan tonsilitis akut adalah Haemophilus influenza dan bakteri dari golongan pneumokokus dan stafilokokus. Virus juga kadang – kadang ditemukan sebagai penyebab tonsilitis akut.
1.Pada Tonsilitis Akut
Penularan terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan Epitel kemudian bila Epitel ini terkikis maka jaringan Umfold superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfo nuklear.
2.Pada Tonsilitif Kronik
Terjadi karena proses radang berulang maka Epitel mukosa dan jaringan limpold terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limpold, diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan di isi oleh detritus proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul purlengtan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Jadi tonsil meradang dan membengkak, terdapat bercak abu – abu atau kekuningan pada permukaannya, dan jika berkumpul maka terbentuklah membran. Bercak – bercak tersebut sesungguhnya adalah penumpukan leukosit, sel epitel yang mati, juga kuman – kuman baik yang hidup maupun yang sudah mati.

D. Manisfestasi Klinis
Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang – kadang pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak loyo dan mengeluh sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang berbau, yaitu :
• Suhu tubuh naik sampai 40 oC.
• Rasa gatal atau kering ditenggorokan.
• Lesu.
• Nyeri sendi, odinofagia.
• Anoreksia dan otolgia.
• Bila laring terkena suara akan menjadi serak.
• Tonsil membengkak.
• Pernapasan berbau.

E. Komplikasi
• Otitis media akut.
• Abses parafaring.
• Abses peritonsil.
• Bronkitis,
• Nefritis akut, artritis, miokarditis.
• Dermatitis.
• Pruritis.
• Furunkulosis.

F. Pemeriksaan Penunjang
• Kultur dan uji resistensi bila perlu.
• Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.

G. Penatalaksanaan Medis
Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan – makanan yang berisi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan. Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan.
Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang – kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang – kadang dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang tidak adekuat.
• Terapi obat lokal untuk hegiene mulut dengan obat kumur atau obat isap.
• Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari.
• Antipiretik.
• Obat kumur atau obat isap dengan desinfektan.
• Bila alergi pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamigin.

DAFTAR PUSTAKA
Belden MD. THT : www. emedicine. com. Last Updated 24 Juni 2003.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI. Jakarta.
Saten S. Chalazion. Taken From : www. emedicine. com. Last Updated : 5 Juli 2007

ASKEP GADAR PERDARAHAN

Definisi  

 Perdarahan terjadi jika pembuluh darah putus atau pecah. 
 Perdarahan luar 
 Perdarahan dalam 
 Perdarahan hebat, dapat membahayakan shock hipovolemik  
 Klafisikasi : perdarahan kapiler, perdarahan arteri, perdarahan vena.

Asuhan Keperawatan 
Pengkajian 

  • Pengkajian ABCD, pucat, kulit dingin dan lembab, tekanan darah turun, nadi cepat tapi lemah, nafas dalam dan cepat, menurunnya produksi urine.

  • Diagnosa keperawatan 

  • Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan darah aktif. 

  • Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan preload, kehilangan darah. 

  • Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kehilangan darah.

  • Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan perfusi otak. 

  • Tujuan keperawatan  

     Mengontrol perdarahan. 
     Mempertahankan volume darah sirkulasiadekuat untuk oksigenasi. 
     Mencegah shock. 


    Penatalaksanaan kedaruratan  
    Potong baju pasien untuk mengidentifikasi area perdarahan dan lakukan pengkajian fisik dengan cepat. 
     Beri penekanan pada area perdarahan. 
    • Penekanan langsung 
    Tekan langsung area perdarahan dengan telapak tangan atau menggunakan pembalut atau kainyang bersih selama kurang lebih 15 menit, dan pasang balutan tekanan kuat. 
    • Penekanan arteri  
    Penekanan dilakukan pada ujung arteri yang sesuai (ujung dimana arteri ditekan melawan tulang yang berada dibawahnya). 
    Enam titik utama penekanan  
     Arteri temporalis : pada daerah depan masing-masing telinga dan dapat ditekan pada tulang tengkorak. 
     Arteri fasialis : terletak dibawah dagu dan 2,5 cm sebelah dalam dagu. 
     Arteri karotis komunis : pada sisi samping trachea. Saat dilakukan tekanan observasi pernapasan pasien dan tidak boleh pada kedua arteri karotis dalam waktu bersamaan. 
     Arteri subklavia : terletak dibawah kedua sisi klavikula (tulang collar). Penekanan harus dilakukan pada posisi melintang dibelakang dan kira – kira setengah panjang klavikula. 
     Arteri brakhialis : pada pertengahan antara siku dan bahu, terletak pada daerah yang lebih dalam dari lengan atas antara otot biseps dan triseps. 
     Arteri femoralis : dapat dirasakan pada lipat paha.  
    • Torniket  
     Pemasanagan torniket pada ekstremitas hanya sebagai upaya terakhir ketika perdarahan tidak dapat dikontrol dengan metode lain.
     Torniket dipasang tepat proksimal dengan luka ; torniket cukup kencang untuk mengontrol aliran darah arteri. 
     Berikan tanda pada kulit pasien dengan pulpen atau plester dengan tanda T, menyatakan lokasi dan waktu pemasangan torniket. 
     Longgarkan torniket sesuai petunjuk untuk mencegah kerusakan vascular atau neurologik. Bila sudah tidak ada perdarahan arteri, lepasakan torniket dan coba lagi balut dengan tekanan. 
     Pada kejadian amputasi traumatic, jangan lepaskan torniket sampai pasien masuk ruang operasi. 
     Tinggikan atau elevasikan bagian yang luka untuk memperlambat mengalirnya darah. 
     Baringkan korban untuk mengurangi derasnya darah keluar. 
     Berikan cairan pengganti sesuai saran, meliputi cairan elektrolit isotonic, plasma atau protein plasma, atau terapi komponen darah (bergantung perkiraan tipe dan volume cairan yang hilang). 
    • Darah segar diberikan bila ada kehilangan darah massif. 
    • Tamabahan trombosit dan factor pembekuan darah diberikan ketika jumlah darah yang besar diperlukan karena darah penggantian kekurangan factor pembekuan. 
     Lakukan pemeriksaan darah arteri untuk menentukan gas darah dan memantau tekanan hemodinamik. 
     Awasi tanda – tanda shock atau gagal jantung karena hipovolemia dan anoksia. 


    REFERENSI  
    Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta. 
    Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis-Pendekatan holistic, Ed. 6. Vol. 2. EGC : Jakarta. 
    Pusponegoro, A.D. Dkk . Buku Panduan Penanggulangan Penderita gawat Darurat. Ambulance 118 : Jakarta. 
    Skeet, Muriel. 1995. Tindakan paramedic Terrhadap Kegawatan dan Pertolongan Pertama, Ed. 2. EGC : Jakarta. 

    Hipertensi

    Rabu, 04 Mei 2011



    Pengertian
    Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
    atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
    dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
    Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
    sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
    lebih. (Barbara Hearrison 1997)
    Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
    peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
    mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

    Etilogi.
    Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
    terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
    perifer
    Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
    a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
    transport Na.
    b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
    tekanan darah meningkat.
    c. Stress Lingkungan
    d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
    pelabaran pembuluh darah.
    Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
    a. Hipertensi Esensial (Primer)
    Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
    genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
    rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
    b. Hipertensi Sekunder
    Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
    kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
    Patofisiologi
    Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
    jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
    apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
    yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
    angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
    darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
    Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
    retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
    darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
    pada organ organ seperti jantung.

    Manifestasi Klinis
    Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
    tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
    rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
    muka pucat suhu tubuh rendah.

    Komplikasi
    Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
    berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
    gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
    Penatalaksanaan Medis
    Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
    penatalaksanaan:
    a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
    1. Diet
    Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
    tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
    kadar adosteron dalam plasma.
    2. Aktivitas.
    Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
    batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
    bersepeda atau berenang.
    b. Penatalaksanaan Farmakologis.
    Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
    pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
    1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
    2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
    3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
    4. Tidak menimbulakn intoleransi.
    5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
    6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
    Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
    golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
    golongan penghambat konversi rennin angitensin.

    Test diagnostic.
    a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
    (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
    hipokoagulabilitas, anemia.
    b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
    c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
    diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
    d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
    ada DM.
    e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
    f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
    P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
    g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
    perbaikan ginjal.
    h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
    pembesaran jantung.

    Pengkajian
    a. Aktivitas/ Istirahat.
    Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
    Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
    b. Sirkulasi
    Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
    dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
    Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
    radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
    kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
    kapiler mungkin lambat/ bertunda.
    c. Integritas Ego.
    Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
    (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
    Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
    tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
    bicara.
    d. Eliminasi
    Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
    penyakit ginjal pada masa yang lalu.)

    e. Makanan/cairan
    Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
    serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
    (meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
    Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
    f. Neurosensori
    Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
    subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
    setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
    epistakis).
    Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
    efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
    g. Nyeri/ ketidaknyaman
    Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
    kepala.
    h. Pernafasan
    Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
    ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
    Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
    nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
    i. Keamanan
    Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
    j. Pembelajaran/Penyuluhan
    Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
    jantung, DM.
    Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,
    penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
    Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan dalam
    terapi obat.

    Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan
    Diagnosa 1 .
    Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
    pembuluh darah.
    Kriteria Hasil :
    Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
    kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
    diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
    normal pasien.
    Intervensi
    1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
    yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
    2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
    karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
    Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
    (peningkatan SVR) dan kongesti vena).
    3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
    pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
    menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
    mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
    atau gagal jantung kronik).
    4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
    (adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
    mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
    5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
    jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
    6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
    ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
    menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
    7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
    menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
    sehingga akan menurunkan tekanan darah).
    8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
    hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).

    Dignosa 2
    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
    seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    Kriteria Hasil :
    Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
    melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
    Intervensi
    1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
    frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
    TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
    pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
    terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
    / jantung).
    2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
    / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
    aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
    penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
    3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
    oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
    oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
    tiba-tiba pada kerja jantung).
    4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
    menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
    energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
    suplai dan kebutuhan oksigen).
    5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
    (Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
    mencegah kelemahan).

    Diagnosa 3
    Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
    tekanan vaskuler cerebral.
    Kriteria Hasil :
    Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
    metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
    diresepkan.
    Intervensi
    1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
    meningkatkan relaksasi).
    2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
    misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
    relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
    menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
    kepala dan komplikasinya).
    3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
    sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
    yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
    peningkatkan tekanan vakuler serebral).
    4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
    oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
    5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
    makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
    6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
    diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
    simpatis).

    Diagnosa 4
    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
    nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
    Kriteria Hasil :
    klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
    menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
    tepat secara individu.
    Intervensi
    1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
    kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
    disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
    dengan masa tumbuh).
    2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
    lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
    terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
    hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
    jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
    dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
    3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
    penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
    menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
    berhasil).
    4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
    kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
    menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
    5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
    penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
    seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
    badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
    kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
    kebiasaan makan).
    6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
    dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
    makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
    dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
    pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
    7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
    dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
    dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
    (Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
    mencegah perkembangan aterogenesis).
    8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
    bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).

    Diagnosa 5
    Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
    efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
    Kriteria Hasil :
    Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
    kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
    situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.
    Intervensi
    1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
    Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
    berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
    megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
    mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
    2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
    konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
    mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
    koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
    diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
    3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
    strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
    pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
    4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
    maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
    perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
    dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
    5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
    pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
    inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
    terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
    kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
    perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
    6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
    hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
    diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
    realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).

    Diagnosa 6
    Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
    Kriteria hasil
    1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
    2. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
    perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
    Intervensi
    3. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
    yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
    kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
    cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
    ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
    kardiovaskuler serta ginjal).
    4. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
    (kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
    sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
    mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
    realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
    tidak akan dipertahankan).
    5. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
    gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
    tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
    dalam menentukan intervensi).
    6. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
    (pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
    lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
    tentang proses penyakit hipertensi).

    IV. Evaluasi
    Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat
    teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat
    mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan mekanisme
    koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi penyakitnya

    MENDIDIK BALITA SADAR KEBERSIHAN SEJAK DINI



    KEBERSIHAN merupakan salah satu faktor kunci untuk menjaga kesehatan manusia. Sayangnya, faktor kebersihan ini jarang menjadi prioritas nilai yang ditanamkan sejak dini di tengah-tengah keluarga kita. Padahal tradisi bersih saat usia dewasa, sangat ditentukan oleh kebiasaan sejak kecil dan tradisi menjaga kebersihan di tengah-tengah keluarga kita. Oleh karena itu, jangan abaikan masalah mendidik dan menanamkan tentang konsep bersih itu sehat kepada anak sejak usia dini.

    Dua komponen usia ini, sebenarnya perbedaan klasifikasi maknanya cukup mendalam. Memperkenalkan konsep kebersihan dapat dilakukan sejak dini , artinya sejak bayi baru lahir sudah diperkenalkan dengan konsep hidup bersih. Orang tua, selalu berusaha menjaga kebersihan tubuh dan pakaian si bayi. Dengan demikian, lambat laun anak bayi tersebut akan akrab dengan konsep bersih dan merasa risih jika lingkungannya kotor. Selanjutnya, di usia balita seorang anak yang sudah dapat berkomunikasi dengan baik dan mungkin sedikit banyak sudah dapat diberikan berbagai pemahaman dengan argumentasi , maka konsep kebersihan tadi bisa diajarkan dengan komunikasi saat bermain dll.

    Mengajak keluarga hidup bersih, memiliki berbagai keuntungan-keuntungan seperti keluarga akan menjadi sehat karena berbagai penyakit umumnya muncul karena gaya hidup yang tidak bersih. Misal, seseorang dapat terkena diare hanya karena malas mencuci tangan sebelum mengambil makanan atau membiarkan makanan tidak tertutup atau diolah dengan cara yang tidak higienis. Begitu juga dengan pakaian yang digunakan, harus dicuci setiap hari karena baju yang kotor merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya jamur yang dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit. Dan penyakit kulit pada anak, umumnya pemulihannya akan memakan waktu cukup panjang karena anak biasanya tidak dapat menahan diri untuk menggaruk kulitnya yang gatal secara berlebihan.

    Untuk itu, dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa aspek penjelasan tentang konsep kebersihan yang dapat diperkenalkan kepada balita kita:
    - Konsep untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan
    Penerapan konsep ini melalui contoh, di mana sebuah keluarga selalu melibatkan anak-anaknya untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungannya. Misal, dengan mengadakan gotong royong setiap hari libur untuk membersihkan halaman rumah dll dari berbagai kotoran dan membersihkan saluran-saluran air yang tersumbat sehingga memungkinkan menggenangnya air hujan yang jernih dapat menjadi sarang bagi nyamuk yang dapat menjadi vektor berbagai penyakit seperti demam berdarah. Sementara genangan air yang kotor (rawa-rawa) dapat menjadi tempat berkembangnya nyamuk malaria. Demikian juga dengan mengolah sampah-sampah rumah tangga, karena sampah juga tempat berkumpulnya lalat yang dapat membawa virus diare. Selain itu, bau busuk dari sampah juga akan menyebabkan lingkungan menjadi tidak nyaman.Jika kita memiliki hewan peliharaan seperti ayam, maka letakkan kandang ayam tadi agak jauh dari rumah dan jangan biasakan anak-anak balita bermain bersama hewan-hewan tadi. Dan usahakan agar kandang hewan dan kondisi hewan peliharaan selalu dalam kondisi dan keadaan yang bersih.
    - Konsep untuk menjaga kebersihan tubuh dan pakaian
    Kebersihan tubuh merupakan salah satu faktor kunci, untuk menjamin kesehatan tubuh manusia. Artinya, pada tubuh yang kotor sangat potensial untuk terkena berbagai bakteri, jamur dan virus yang dapat menyebabkan datangnya berbagai penyakit. Oleh karena itu, memperkenalkan tentang konsep bersih untuk mencegah penyakit, merupakan agenda yang sangat penting di dalam sebuah keluarga. Caranya…? Mungkin diawali dengan mentradisikan hal-hal yang terlihat sederhana, seperti membiasakan balita untuk mandi dua kali sehari dengan bersih. Mandi yang bersih itu meliputi, membersihkan berbagai kotoran di tubuh dengan sabun (anti septic), keramas jika rambut terlalu banyak keringat dan tidak lupa setiap mandi dan ketika akan tidur menggosok gigi. Demikian juga anak-anak balita, dibiasakan untuk selalu mengganti pakaian yang kotor dengan pakaian yang bersih. Mencuci tangan setiap selesai bermain. Membuang sampah di tempat sampah yang sudah disediakan. Jika anak sedang berada di luar lingkungan yang termonitor oleh orang tua, maka selalu ingatkan kepada anak untuk tidak sembarangan membeli jajanan. Beli jajanan yang tertutup dan bersih. Batasi uang jajan yang diberikan agar anak dapat terbatasi dari keinginan untuk mengkonsumsi semua jajanan yang ada. Dan jika memungkinkan, tidak salah jika setiap berangkat ke sekolah si anak dibawakan bekal yang terjamin kebersihannya dari rumah.

    Kita tentu sangat berharap, dengan terjaganya kebersihan lingkungan kita maka kualitas kesehatan kita semua juga menjadi meningkat. Dan dengan melibatkan anak untuk selalu menjaga kebersihan, maka ruang untuk menuju keluarga yang sehat secara utuh semakin terbuka lebar. Orang-orang bijak mengatakan: Mencegah lebih penting daripada mengobati. Nasihat ini sangat tepat, jika kita gunakan dalam konsep kesehatan masyarakat. Tubuh dan lingkungan yang bersih akan meminimalisasi masuknya berbagai penyakit. Jika keluarga terbebas dari penyakit, maka biaya pengobatan dapat dihemat dan bisa ditabung untuk tabungan pendidikan anak-anak misalnya. Selain itu, jika semua anggota keluarga sehat maka tentu fokus orang tua ke pekerjaannya dapat ditingkatkan yang secara otomatis akan meningkatkan produktivitas keluarga. Karena itu, mari kita mulai membangun keluarga yang mencintai kebersihan. Dan tentu, kebiasaan bersih akan dapat menular kepada anak-anak, jika orang tuanya menjadikan konsep hidup bersih ini sebagai sebuah kebiasaan yang dilakukan setiap hari sehingga dapat menjadi teladan yang efektif bagi keluarga

    Mencerdaskan Anak melalui Menu Sehat



    Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang turut memberikan kontribusi pada pembangunan suatu negara. Dari keluargalah lahir individu-individu yang nantinya akan berperan sebagai pelaku pembangunan. Sumber daya manusia yang handal akan menjadi modal utama berkembangnya suatu negara. Dalam hal ini keluarga, khususnya ibu, sangat berperan dalam membentuk sumber daya manusia tersebut.


    Seorang ibu sebaiknya memiliki pengetahuan tentang pola pengasuhan bagi anak-anaknya agar dapat membentuk manusia yang berkualitas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan seorang ibu adalah dengan mencukupi kebutuhan lahir dan batin anak-anaknya. Kebutuhan lahir di antaranya kebutuhan gizi yang sesuai dengan tumbuh kembang anak. Sebab, gizi yang baik akan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

    Pola makan yang baik akan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak. Pasalnya, tubuh dan otak membutuhkan zat-zat gizi dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan berkualitas yang dikonsumsi ibu sewaktu hamil dan anak pada awal-awal masa kehidupan turut menentukan tingkat kecerdasan anak, di samping faktor hereditas (keturunan) dan faktor pengasuhan lain.

    Pemilihan bahan makanan yang berkualitas dan teknik pengolahan yang bervariasi dapat membentuk prefensi anak terhadap makanan. Kebiasaan makan yang baik yang sudah terbentuk sejak anak-anak akan terbawa hingga dewasa.

    Buku Menu Sehat untuk Kecerdasan Balita yang ditulis Dr. Ruslianti, M.Si & Dra. Mutiara Dahlia, M.Kes ini memberikan tuntunan bagi ibu-ibu dalam memilih dan mengolah makanan yang baik agar dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Sehingga, diharapkan dapat mencapai tumbuh kembang fisik dan kecerdasan yang optimal.

    Resep-resep pilihan yang terdapat di dalam buku mampu mengundang selera makan anak. Selain itu, dilengkapi juga dengan petunjuk dan penjelasan tentang otak anak serta kaitannya dengan gizi yang dibutuhkan dan pola pengasuhan yang tepat dalam mendukung kecerdasan anak

    ILMU GIZI



    Ilmu gizi adalah ilmu terapan yang mempergunakan berbagai disiplin ilmunya yang saling berkaitan. Ilmu dasar yang diperlukan antaranya adalah seperti, ilmu biologi, fisioligi, patologi, pertanian dan lain-lainnya. Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu mmbutuhkan dan mengkonsumsi makanan. Makanan yang dikonsumsi oleh setiap individu umumnya berdasarkan kebutuhan yang disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, aktivitas dan kondisi fisik.

    Apabila makanan yang dikonsumsi kurang baikmutunya atau tidak cukup gizi nya atau makanan yang masuk tidak seimbang gizinya. Dan apabila keadaan seperti ini berlangsung dalam waktu yang lama maka akan terjadinya gizi buruk.
    Untuk dapat sampainya gizi dengan baik kepada setiap anggota keluarga maka hendaklah memenuhi tahapan-tahapan :
    • Pemilihan bahan makanan
    • Pengolahan pangan dalam dapur keluarga
    • Penghidangan / susunan hidangan / menu dan pendistribusian


    Bahan makanan disebut juga komoditas pangan dalam perdangan adalah apa yang kita beli, kita masak dan kita susun menjadi hidangan. Zat makanan adalah satuan yang menyusun bahan makanan tersebut. Zat makanan atau bahan dasar dalam ilmu gizi yang kita kenal adalah :
    1. Karbohidrat atau zat hidrat arang
    2. Protein atau zat outih telur
    3. Lemak
    4. Vitamin
    5. Mineral
    Bahan makanan dikelompokkan kedalam :
    1. Bahan makanan pokok :
    • Merupakan kuantum terbesar bahan makanan yang dikonsumsi
    • Merupakan sumber utama kalori dan energy.
    2. Bahan Makanan Lauk Pauk :
    • Merupakan sumber utama protein didalam makanan
    3. Bahan Makanan sayur dan makanan buah :
    • Termasuk bahan nabati
    • Merupakan pengahsilan vitamin dan mineral
    • Beberapa buah juga penghasilan energy.
    Secara umum fungsi zat makanan adalah :
    1. Sebagai sumber energy atau tenaga
    2. Menyokong pertumbuhan badan
    3. Memelihara jaringan tubuh, mengganti yang rusak atau aus terpakai
    4. Mengatur metabolism dan mengatur berbagai keseimbangan. Misalnya keseimbangan air, asam, basa, mineral
    5. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit
    Berdasarkan fungsi dari zat gizinya, bahan makanan digolongkan atas :
    1. Zat gizi penghasil energy : KH, Lemak, protein
    2. Zat gizi pembangun sel terutama diduduki oleh protein
    3. Zat gizi pengatur yaitu vitamin dan mineral
    Penyakit gizi berhubungan dengan protein :
    1. Berdasarkan defisiensi protein
    2. Berdasarkan kelainan sintesa serta metabolism protein
    Definisi protein secara ekstrim dengan kalori yang relative mencukupi, akan terjadi penyakit dengan gambaran klinik yang disebut kwashiorkor. Penyakit KKP adalah kekurangan antara kalori dan protein. Penyakit penyerta pada penderita KKP adalah infeksi, yang sering ditemukan adalah :
    • Penyakit infeksi saluran pernapasan, terutama bagian atas
    • Penyakit infeksi saluran pencernaan, dengan gejala mencret
    • Berbagai penyakit anak-anak secara umum juga meningkat, baik dalam mobilitas ataupun mortalitas.
    Vitamin adalah zat organic yang tidak dapat dibuat oleh tubuh tetapi diperlukan tubuh untuk dapat berlangsungnya berbagai reaksi foal dan biokimia dalam tubuh.
    Fungsi vitamin secara umum berhubungan erat dengan fungsi enzim. Secara keseluruhan semua jenis viatamin berperan sebagai pengatur dalam proses-proses sebagai berikut :
    • Merangsang proses pertumbuhan
    • Meningkatkan kemampuan untuk menghasilkan keturunan yang sehat
    • Memelihara kesehatan
    Berdasarkan sifat fisiknya vitamin dapat dikelompokkan dalam d\2 kelompok besar yaitu :
    • Vitamin yang larut dalam lemak dan tidak larut dalam air
    • Vitamin yang larut dalam air

    Vitamin yang larut dalam lemak :
    • Vitamin A (Retinol)
    • Vitamin D (kalsiferol)
    • Vitamin E (alpha tecopherol)
    • Vitamin K (menadian)
    • Vitamin B
    • Vitamin C (asam askorbat)

    M I N E R A L

    Sekitar 4% dari tubuh kita terdiri atas mineral
    Kita bedakan 2 kelompok besar mineral (elemen unsure)yang terdapat pada analisa tubuh-tubuh kita, berdasarkan kwantumnya ialah :
    1. Makro elemen, yang terdapat dalam kuantum yang relative besar, seperti K,Na,Ca,Mg dan P,S serta Cl
    2. Mikro elemen, yang terdapat dalam kwantum yang relative sedikit
    Mikro elemen dapat dikelompokkan lagi menurut kegunaannya didalam tubuh :
    • Mikro elemen esensial yaitu yang betyl-betul diperlukan oleh tubuh, jadi harus ada, seperti Fe,Cu,Co,Se,Zn dan J serta F
    • Mikro elemen yang mungkin esensial, belum pasti diperlukan atau tidak dalam struktur atau fisiologi tubuh seperti Cr, Mo
    • Mikro elemen yang tidak diperlukan, non esensial. Jenis ini terdapat didalam tubuh karena terbawa tidak sengaja bersama bahan makanan. Jadi sebagai kontaminan (pencemar). Termasuk kelompok ini ialah L Al,As,Ba,Bo,Pb,Cd,Ni,Si dan Br

    3. Adalagi kelompok yang disebut trace element, yang sebenarnya sudah termasuk kedalam kelompok mikro elemen, adalah tetapi diperlukan dalam waktu dalam kwantum yang lebih kecil lagi. Termasuk kelompok ini adalah Co,Cu,Zn.
    Metode elemen berfungsi sebagai bagian dari zat yang aktif dalam metabolism atau sebagai bagian penting dari struktur sel jaringan. Mikro elemen pada umumnya berfungsi sebagai berhubungan dengan enzim.
    Calsium (Ca) dan Phospor (P)
    Fungsi dan metabolism keduanya sangat erat hubungannya, sebagian besar keduanya unsure ini terdapat sebagai garam calsiumphospat didalam jaringan keras tubuh, ialah tulang dan gigi geligi, memberikan sifat keras kepada jaringan tersebut.
    Didalam jaringan linak dan didalam cairan tubuh, ialah tulah dan gigi geligi, memberikan sifat keras kepada duania jaringan tersebuy
    Ca+ : diperlukan didalam mekanisme pembekuan darah
    Ca++ : diperlukan dalam proses kontraksi otot dan fungsi syaraf, menghatar rangsangan.
    Ca++ d : diperlukan dalam fungsi berbagai enzim
    Kekurangan calcium memberikan gejala-gejala tetani. Kebutuhan Ca adalah 400mg seorang sehari utuk semua umur. Kebutuhan P tidak dapat diketahui dengan pasti, tapi selalu terpenuhi dalam rata-rata hidangan.

    Natrium (Sodium, Na) dan Kalsium (potassium, K)
    Kedua elemen ini terutama dalam keseimbangan air dan elektrolit (asam basa) didalam sel maupun didalam cairan ekstraselinner termasuk plasma darah.
    Na merupakan satu-satunya elemen yang bias dikonsumsi dalam bentuk garam yang sedikit banyak murni ialah garam dapur.
    Didalam tubuh terdapat Na sebanyak 0.15% dari berat badan, sedangkan K 0.35%.
    Na dan K berfungsi :
    a. Dalam mempertahankan keseimbangan air
    b. Dalam mempertahankan tekanan osmose
    c. Dalam mempertahankan keseimbangan asam basa
    d. Dalam mekanisme “sodium pump”

    Sulfur (zat belerang, s)
    Kebutuhan tubuh akan belerang (s) selalu terpenuhi didalam zat makanan belerang didalam bahan makanan terdapat sebagai komponen protein atau komponen posfolipid.
    Kebutuhan tubuh tidak diketahui dengan pasti.

    Flour (f)
    Zat initerdapat sebagai komponen dari jaringan keras tulang dan gigi. Pada gigi berguna untuk kesehatannya dan melindungi dentil email dari ceries dentis. Kelebihan zat flour dapat menyebabkan permukaan dentil ada cekungan seperti erosi yang berwarna kuning kecoklatan.
    Kekurangan flour menyebabkan dentin dan email mudah menjadi rusak dan membusuk serta berlubang.
    Kebutuhan 1-2 ppm mg per 1 kg

    Zat besi (ferrum, Fe)
    Merupakan micro elemen yang esensial bagi tubuh. Terutama diperlukan untuk pembentukan darah, yaitu dalam sintesa hemoglobin, juga sebagai pengingat sebagai enzim.
    Fe adalah mudah diserap dari usus halus dalam bentuk ferra. Eksreasi Fe dilakukan melalui kulit didalam bagian-bagian tubuh yang aus dan dilepaskan oleh permukaan tubuh. Jumlahnya sangat kecil sekali, sekitar 1 mg sehari semalam.
    Kebutuhan Fe pada wanita lebih banyak daripada laki-laki. Wanita hamil dan menyusui juga membutuhkan Fe lebih banyak dari pada wanita biasa. ASI mengandung lactotansferin yang diberikan kepada anak yang sedang disusui.

    Magnesium (Mg)
    Merupakan unsure esensial bagi tubuh. Kandungan dalam tubuh 2.5 gram. Diperkirakan kebutuhan mg bagi dan anak-anak adalah 150 mg sehari, untuk ibu hamil dan menyusui 400 mg, dewasa diperkirakan 250mg sehari. Dalam hidangan rata-rata.

    HIV DAN AIDS

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang
    Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemic HIV secara nyata melalui perkerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran HIV/AIDS melalui pengguna narkoba suntuk. Tahun 2002 HIV sudah menyebar ke rumah tangga. Sejauh ini lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia jadi populasi rawan tertular HIV. Lebih dari 30% diantaranya melahirkan bayi yang tertular HIV. Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak yang dilahirkan dan itu terinfeksi HI

    Sampai tahun 2006 diperkirakan 4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak terkena HIV.
    Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus diri sendiri, sehingga gangguan kesehatan pada wanita akan mempengaruhi seluruh keluarganya. Wanita dengan HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan dan perawatan mencakup penyuluhan yang memaai tentang penyakitnya, perawatan, pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak dan keluarganya.
    Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman, pemakaian narkoba injeksi dengan jumlah bergantian bersama pengidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat kesehatan yang tidak steril serta alat untuk menoreh kulit. Penyebab terjadinya infeksi HIV pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah pemakaian obat terlarang melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, transfuse darah 8%, dan tidak diketahui sebanyak 70%.
    Penularan HIV ke bayi dan anak bis dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bias terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi penularan dari ibu ke bayi dalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%.
    Tingkat transmisi AIDS dapat dikurangi dari 25% - 30% menjadi kurang dari 2% (berkurang > 90%) kalau pakai obat antiretoviris (ARV) pada Trismester terakhir kehamilan, selama persalinan, dan kelahiran dan bayi diobati pascapersalinan selama 6 minggu dan tidak disusui. Aturan/resiman yang sangat efektif ini belum ada di Negara-negara sedang berkembang.

    B. Tujuan Penelitian
    1. Untuk mengetahui defenisi HIV/AIDS
    2. Untuk mengetahui penyebab HIV/AIDS
    3. Untuk mengetahui penularan HIV/AIDS
    4. Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS
    5. Untuk mengetahui penanganan HIV/AIDS

    C. Manfaat Penelitian
    Diharapkan agar para pembaca mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab, penularan, pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.

    D. Rumusan Masalah
    Bagaimana cara pencegahan dan penanganan HIV/AIDS

    E. Metode Penulisan
    Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka






    BAB II
    PEMBAHASAN

    A. Defenisi
    HIV (Human Immunodeficliency Virus) / virus penurunan kekebalan tubuh pada manusia adalah kuman yang sangat kecil yang disebut virus, yang tidak bisa terlihat oleh manusia.
    AIDS (Aquired Immuno Deficiensy Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinveksi virus Human Immunodeficliency Virus (HIV). Orang yang terinfeksi virus ini tidak dapat mengatasi serbuan penyakit infeksi lain karena system tubuhnya menurun terus secara drastis.

    B. Etiologi
    AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Bila seseorang terkena infeksi HIV, virus akan menyerang sistim kekebalan tubuh yaitu bagian tubuh kita yang bertugas untuk melawan infeksi.
    Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus HTL III (Human T. Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS.
    Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS disebut HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic.

    C. Tanda dan Gejala
    1. AIDS
    AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
    Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan berakibat fatal.
    2. HIV
    Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
    Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.
    Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :
    a. Infeksi Akut : CD4 : 750 – 1000
    Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif), gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.
    b. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml
    Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml.
    c. Infeksi Kronis Simtomatik
    Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas pemderita.
    1). Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 – 500
    Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-Related (ARC).
    2). Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200
    Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan kekebalannya.



    Tanda dan Gejala AIDS
    1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
    a. gejala Mayor
    1). Penurunan berat badan lebih dari 10%
    2). Diare kronik lebih dari satu bulan
    3). Demam lebih dari satu bulan
    b. Gejala Minor
    1). Batuk lebih dari satu bulan
    2). Dermatitis preuritik umum
    3). Herpes zoster recurrens
    4). Kandidias orofaring
    5). Limfadenopati generalisata
    6). Herpes simplek diseminata yang kronik progresif
    2. Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
    a. Gejala Mayor
    1). Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
    2). Diare kronik lebih dari 1bulan
    3). Demam lebih dari1bulan
    b. Gejala minor
    1). Limfadenopati generalisata
    2). Kandidiasis oro-faring
    3). Infeksi umum yang berulang
    4). Batuk parsisten
    5). Dermatitis


    D. HIV/AIDS Pada Wanita
    HIV/AIDS berbeda pada wanita karena :
    1. Wanita lebih mudah terinfeksi HIV dari pada pria. Pria memasukkan semen ke dalam vagina, dimana cairan tersebut tidk akan menetap untuk waktu yang lama. Bila dalam semen tersebut mengandung virus HIV maka akan mudah masuk kedalam tubuh wanita melalui vagina dan servix, terutama bila terdapat sayatan atau ulkus pada bagian tersebut.
    2. Wanita sering terkena infeksi pada usia muda daripada pria. Ini karena wanita muda dan gadis-gadis biasanya sering sulit untuk menolak hubungan seksual yang tidk dikehendaki ataupun yang tidak aman.
    3. Wanita menerima transfuse darah lebih banyak daripada pria karena masalah kelahiran.
    4. Perkembangan penyakit AIDS lebih cepat pada wanita setelah terinfeksi HIV. Gizi kurang dan usia subur menyebabkan wanita kurang mampu melawan penyakit.
    5. Wanita sering secara tidak adil dipermasalahkan sebagai biang keladi penyebaran AIDS, tetapi sebetulnya pria juga mempunyai tanggung jawab yang sama besar dengan pria.
    6. Wanita hamil yang terinfeksi HIV akan menularkannya kepada janin.
    7. Wanita biasanya menjadi perawat anggota keluarga yang sakit dengan AIDS, meskipun mereka juga sedang sakit.

    E. Penularan / Penyebaran HIV/AIDS
    HIV hidup dicairan tubuh seperti darah, semen dan cairan dari orang yang terinfeksi HIV. Virus menjadi tersebar bila cairan-cairan tubuh tersebut masuk ke tubuh orang lain. HIV bias tersebar dengan cara :
    1. Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi virus.
    2. Jarum dan alat suntik yang tidk steril, atau benda tajam lain yang menusuk atau menyayat kulit.
    3. Transfusi darah, bila darah tersebut belum diperiksa apakah bebas dari HIV.
    4. Ibu hamil yang terinveksi HIV menularkan ke bayi sewaktu hamil, melahirkan dan menyusui.
    5. Darah terinfeksi yang masuk ke dalam sayatan atau luka terbuka orang lain.
    HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam uterus (lewat-plasenta) sewaktu persalinan atau melalui air susu ibu. Pada bayi yang menyusui kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan, sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari transmisi terjadi sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus.
    1. Kehamilan
    Kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai berikut :
    a. Keguguran
    b. Demam, infeksi dan kesehatan menurun.
    c. Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam jiwa ibu.
    2. Melahirkan
    Setelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih sehingga terlindungi dari infeksi.
    3. Menyusui
    Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS.
    Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV

    F. Pencegahan HIV/AIDS
    Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan cara :
    1. Selalu dan saling setia dengan pasangan masing-masing
    2. Biasakan melakukan hubungan seksual yang aman, yaitu hubungan yang mencegah masuknya kuman yang mungkin terdapat didalam cairan semen pria kedalam bagian-bagian tubuh wanita
    3. Hindari pelubangan telinga, tattoo, tujuk jarum/membuat sayatan/lubang pada kulit tubuh dengan alat yang belum dicuci
    4. Hindari transfuse darah kecuali untuk keadaan darurat
    5. Jangan saling meminjam alat cukur ataupun sikat gigi
    6. Jangan menyentuh darah orang lain/luka terbuka tanpa perlindungan (Maxwell, 2000)

    G. Penanganan
    1. Penanganan Umum
    a. Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan berbagai macam kombinasi obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat penyembuhannya.
    b. Pengobatan-pengobatan ini tentu saja memiliki efek samping, namun demikian ternyata mereka benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
    c. Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus yang dapat menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan anti virus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi semakin parah

    2. Penanganan Khusus
    a. Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut.
    b. Upayakan ketersediaan uji serologic
    c. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan kehamilan da risiko yang dihadapi
    d. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk upaya preventif (penggunaan kondom)
    e. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik
    f. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis
    g. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).

    Rekomendasi pemberian ART
    untuk mengurangi transmisi perinatal
    Situasi
    kehamilan
    Rekomendasi

    1. Odha hamil yang belum pernah menggunakan antiretrovirus sebelumnya


    2. Odha hamil yang sedang mendapatkan ART dan hamil

    3. Odha hamil datang pada saat persalinan dan belum mendapat ART

    4. Jika bayi dari ibu odha datang setelah persalinan,sedangkan ibu belum mendapatkan ART selama kehamilan/intrapartum
    1. Odha yang hamil menjalani pemeriksaan klinis,imunologis,dan virologi standart.pertimbangan inisiasi dan penelitian ART sama dengan odha yang tidak hamil dengan pertimbangan efek terhadap kehamilan.
    Regimen AZT tiga bagian direkomendasikan setelah trimester pertama tanpa memendang kadar hiv ibu.regimen kombinasi direkomendasikan pada odha status klinis,imunologis,dan viroogisnya berat atau kadar HIV lebih dari 1000 kopi/mL.jika odha datang pada trimester pertama kehamilan,pemberian AZT dapat di tunda sampai usia kehamilan 10-12 minggu.
    2. Jika kehamilan diketahui setelah trimester pertama,tetapi ART sebelumnya diteruskan,sebaiknya dengan menyertakan ZDV.jika kehamilan diketahui pada terimester pertama,odha diberikan konseling tentang keuntungan dan resiko ART pada trimester pertama.jika odha memilih menghentikan AZT selama trimester pertama,semua obat harus dihentikan untuk kemudian diberikan secara stimulant setelah trimester pertama untuk mencegah resisitensi obat.tanpa mempertimbangkan regimen sebelumnya,AZT dianjurkan untuk diberikan selama intrapartum dan
    3. Ada beberapa regimen yang dianjurkan:
    1. Nevirapindosis tunggal pada saat persalinan dan dosis tunggalpada bayi pada usia 48 jam
    2. AZT dan 3TC oral pada persalinan,diikuti AZT/3TC pada ayi selama seminggu
    3. AZT intravena intrapartum dikuti AZT pada bayi selama 6 minggu
    4. Dua dosis neviraprin dikombinasi dengan AZT intravena selama persalinan diikuti AZT pada bayi selama 6 minggu
    Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan

    4. AZT sirup diberikan pada bayi selama 6 minggu,dimulai secepatnya dalam 6-12 jam setelah kelahiran.beberapa dokter dapat memilih kombinasi AZT dengan ART lain,terutama jika ibunya diketahui resisten terhadap AZT.namun efikasi regimen ini belum diketahui dan dosis untuk anak belum sepenuhnya diketahui.
    Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan.bayi menjalani pemeriksaan diagnostik awal agar ART dapat diberikan sesegera mungkin jika ternyata HIV positif.


    PENATALAKSANAAN PERSALINAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV
    Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi pada saat intrapartum, beberapa peneliti mencoba membandingkan tranmisi antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan partus pervaginam. Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi dengan cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil memilih persalinan seksio sesarea maka resiko semakin rendah yaitu dibawah 1%.

    Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV dari ibu ke anak
    Cara
    Persalinan
    Rekomendasi

    1. Odha hamil yang datang pada kehamilan diatas 36 minggu, belum mendapatART, dan sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV dan CD4* yng diperkirakan ada sebelum persalinan.

    2. Odha hamil yang datang pada kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi ART dan kadar HIV tetap diatas 1000 kopi/mL pada minggu ke-36 kehamilan

    3. Odha hamil yangmendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada minggu ke-36 kehamilan


    4. Odha hamil yang sudah direncanakan seksio sesarea efektif, namun datang pada awal persalinan atau setelah ketuban pecah

    1. Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha harus mendapat terapi ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan konseling tentang seksio sesarea untuk mengurangi resiko tranmisi dan resiko komplikasi pasca operasi, anestesi dan resiko operasi lain padanya.
    Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT intravena yang dimulai 3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Keputusan akan meneruskan AZTsetelah melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemer
    iksaan kadar virus CD4*
    2. Regimen ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat konseling bahwa kadar HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang 1000 kopi/mL ssebelum persalinan, sehingga dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko komplikasi seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan, anastesi dan operasi. Jia diputuskan seksio sesarea, seksioo direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapatAZT intravena yang dimulai minimal 3 jamsebelumnya. ARAT lain dapt diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu.
    3. Odha hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara persalinan harus memeperimbangkan keuntungan resiko komplikasi seksio.
    4. AZT intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha ditawarkan untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi ervik minimal dan diduga persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih AZT intravena dan melakukan seksio sesarea atau pitosin untuk memepercepat persalianan. Jika odhadiputuskan untuk menjalani persalinan pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan alat bantu lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup selama 6 minggu.

    BAB III
    PENUTUP

    A. Kesimpulan
    HIV adalah kuman yang sangat kecil, yang disebut virus yang tidak bisa terlihat oleh manusia. AIDS adalah penyakit yang berkembang kemudian, setelah seseorang terkena infeksi HIV, virus AIDS. Penularan HIV pada wanita terjadi melalui pemakaian obat terlarang injeksi 51%. Wanita hetero seksusal 34%, transfuse darah 8% dan tidak diketahui sebanyak 7%. Sedangkan penularan HIV pada bayi dan anak bisa melalui jalur vertical (ibu ke bayi), darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak), dan pemakaian alat kesehatan yang tidak steril. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi. HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kondisi diasis oral, diare kronis. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir (Nurs, 2007)

    B. Saran
    Diharapkan kepada para pembaca supaya lebih memahami apa itu penyebab, penanganan serta tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS agar tidak lebih terkena infeksi.